Welcome To My Castle


Welcome To My Gratitude Journal

Yenni Triani and Her Life Story

About Me

My photo
Melbourne, Australia
I am a storyteller. A dreamer. A healer. A bibliophile who loves reading poetry, biography, memoirs and obituary. A passionate English Teacher. An LPDP Scholarship Awardee @MonashUniversityAustralia, A former voluntary teacher representing @IndonesiaMengajar in Fakfak, West Papua in 2014-2015. I want to build my own English School for my indigenous students in Fakfak, West Papua, someday. Inshaa Allah. It's going to be my masterpiece and my future legacy. Bismillah. #EnglishForPapua

Thursday, July 31, 2014

Moment To Remember: Being Introduced To Mr. Vice President of Indonesia



It was in his palace, in lovely June, I was invited to meet this humble Indonesian prominent leader, Mr. Budiono, The Vice President of Indonesia.

I was not alone when presented in front of him, after a long queue, as I accidentally reunited with my former thesis advisor; Mr. Anies Baswedan. Another humble national leader who was -out of the blue- coming to personally introduce me to Mr. Budiono. I didn't expect to see him that afternoon. I didn't even know that Pak Anies was also scheduled to be there at the palace, at precisely the same time as me. What a coincidence! He has always been a celebrity, surrounded by his fans everywhere he went, so I didn't expect he would notice me.

Standing next to me, Pak Anies told Pak Budiono: "Pak Budi, this is Yenni. She is one of my best students in Paramadina and she will serve as a voluntary teacher in Papua. She speaks excellent English, even though she's never been to any English speaking country yet".
I was so surprised that he had time for making me feel so seen and special in front of Pak Budi. I felt deeply honoured. I was even blushing knowing that he could still recognize me in a room full of competitive young achievers. This very moment definitely became my favourite moment with Mr. Anies Baswedan by far. To me, Pak Anies has always been a mentor, a teacher, and someone I admire and respect greatly. Even my father is also one of his biggest fans. So, obviously, he's very special to our family.
Apart from that, Pak Budi was very warm and kind, as well, he treated me like his daughter. So, I felt so lucky. Alhamdulillah. 
I still couldn't believe that Pak Anies would give such a kind and sweet introduction about me in front of a top leader like Mr. Budiono. It was like a dream. But, dreams do come true, anyway. What a sweet surprise. Alhamdulillah.

Well, I do hope that in the near future I will have an opportunity to study and live in one of the English speaking countries, just like both Pak Anies and Pak Budi who have a PhD from The US. And recently, I just found out that Pak Budi even had a Master’s degree from Monash University, Australia, which is another coincidence, because I've always wanted to continue my master's degree there, as well. And I think I'm going there soon, Inshaa Allah. Australia will be a perfect destination for me to study a Master of TESOL, Inshaa Allah. Well, actually Australia and England have been my dream destinations since childhood. My plan is to go to Australia first, and later; England,  Inshaa Allah. 

It's so ironic knowing that I've been learning English my whole life since childhood. And I've been teaching it since I was 18. But, haven't got any chance to visit any native English speaking country yet. And I'm not even joking. 😂🤭📖✒️🌹So, Inshaa Allah, I'm coming to Australia soon, it will be my first time abroad. 

Wednesday, July 23, 2014

Profil Yenni Triani untuk Indonesia Mengajar

Yenni, gadis suku Sekayu kelahiran Palembang, merupakan sarjana Ilmu Politik dari Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Falsafah dan Peradaban. Yenni adalah penerima beasiswa penuh Paramadina-Bank BTPN Fellowship 2009. Pada akhir masa kuliahnya di Universitas Paramadina, Yenni dinobatkan sebagai Lulusan Terbaik Program Studi Hubungan Internasional, dengan predikat kelulusan Magna Cum Laude. Skripsi yang ditulisnya di bawah bimbingan Bpk. Anies Baswedan, berjudul; “Insiden Mavi Marmara dan Perubahan Kebijakan Luar Negeri Turki Terhadap Israel (2010-2012)”, juga dinobatkan sebagai skripsi terbaik.

Yenni yang senang terlibat dalam berbagai event nasional dan internasional pernah menjadi panitia untuk ASEAN Scout Jamboree 2008, Jamboree Nasional 2011, dan 14th Asian Physics Olympiad 2013. Semasa kuliah Yenni aktif menjadi guru volunteer untuk mengajar anak-anak jalanan dan anak-anak dari keluarga pra-sejahtera. 

Saat masih berstatus siswa SMK NEGERI 3 Palembang, pada tahun 2007, Yenni pernah menjuarai Lomba Keterampilan Siswa SMK Tingkat Nasional di bidang Pariwisata. Selain itu, Yenni yang juga sangat mencintai Bahasa Inggris ini telah berprofesi sebagai guru Bahasa Inggris sejak masih berstatus siswa SMK. 

Yenni mengawali langkahnya dengan mengajar Bahasa Inggris di TOP Education Center pada 2005, ketika masih berusia 18 tahun. Selanjutnya, Yenni juga pernah mengajar Bahasa Inggris di Dolphin Language Center Palembang pada 2009. Sebelum bergabung bersama Indonesia Mengajar, Yenni sempat berkarir sebagai Guru Sekolah Dasar di Kinderfield Primary School Bekasi. Kini, Yenni tengah ditugaskan sebagai Pengajar Muda di Kabupaten Fakfak, Papua Barat selama 2014-2015.

Tuesday, July 22, 2014

Memulai Hidup Baru di Tanah Papua Sebagai Seorang Pengajar Muda


Tanggal 15 Juni 2014, untuk pertama kalinya kakiku menginjak tanah Papua. Tak terbayangkan sebelumnya bahwa aku akan pergi sejauh ini, berada di sebuah tempat yang terletak di ujung timur Indonesia. Tapi kubulatkan tekadku untuk tetap menjangkau tempat ini, apapun resikonya, karena aku tahu bahwa ada banyak anak-anak Papua, para mutiara hitam yang sedang menungguku di kampung mereka. Mereka sedang menunggu seorang Ibu Guru, untuk belajar dan berbagi bersama mereka, dan itu adalah aku. Maka kubuang segala ketakutanku dan kekhawatiranku sebelum berangkat meninggalkan Jakarta. Aku yakin ini akan jadi sebuah perjalanan mulia yang direstui Tuhan dan orangtuaku. Ya Allah, aku datang ke Papua untuk mengajar dan berbagi kasih sayang dengan anak-anak Papua, sesuatu yang akan membuat hidupku bermanfaat dan berharga. Maka kuatkanlah aku, Tuhan...

Setelah menempuh perjalanan udara selama kurang lebih 6 jam dari Jakarta, dan sempat singgah di Ambon, akhirnya aku tiba di bandara Torea. Torea adalah sebuah bandara kecil di Kabupaten Fakfak, Papua Barat. Memasuki kawasan bandara ini, aku takjub dengan pemandangan alamnya; laut biru, sebiru langitnya, membentang luas di hadapan bandara. Pesona keindahan ini membuatku mampu melupakan semua rasa pusing dan mual akibat rasa ketakutanku saat masih di dalam pesawat. Maklum aku sebenarnya takut ketinggian, dan ini kali pertama aku naik pesawat dengan rute jauh, lebih dari 5 jam. Sepanjang perjalanan udara; Alqur'an dan semua do'a membantuku melalui ketegangan di udara. Apalagi saat itu, aku terbang di tengah kondisi cuaca buruk, turbulensi menggentarkan nyaliku. Hanya do'a dan ayat-ayat Al Qur'an -yang tak henti-hentinya kulisankan- membuatku tetap berfikir positif bahwa perjalanan ini akan baik-baik saja. Dan Alhamdulillah, aku tiba dengan selamat di sini. 
Allahu Akbar... 

It was quite a journey, testing my adrenaline... 

But not long after that, all of my pains caused by the flight turbulence and anxiety were suddenly gone away somehow.
Alhamdulillah.

Setelah tiba di sini, aku istirahat beberapa hari di kota kabupaten Fakfak. Sebelum akhirnya kulanjutkan perjalanan darat, menembus hutan lebat dengan menumpang sebuah angkot, menuju sebuat tempat yang telah lama aku idam-idamkan: kampung penempatan.

Kampung penempatanku terletak di pinggir teluk, dengan tofografi alam berbukit-bukit, sebuah kombinasi yang hebat; laut dan bukit hijau. Kampung ini bernama Kampung Offie. Kutempuh 2 jam perjalanan darat untuk mencapai kampung ini. Saat tiba di sini pertama kali, aku telah disambut dengan senyum anak-anakku, anak-anak Papua dengan rambut keriting dan warna kulit eksotis mereka; para malaikat kecil yang selama ini hanya ada di bayanganku saja. Mereka sangat antusias bertemu denganku. Mereka memandangku tak henti-hentinya, yang membuatku merasa cantik, hehehe. 😂✌

Aku merasa menjadi pusat gravitasi di sini, kemanapun aku pergi, pasti selalu ada anak-anak di sekitarku, mereka mengikuti kemana pun aku melangkah. Segera, anak-anak ini mulai belajar menghafal namaku: Ibu Yenni. Tuhan aku bahagia sekali dipanggil Ibu, panggilan itu membuatku merasa seperti sosok penuh kasih yang sangat dicintai mereka. Setiap bertemu, anak-anakku selalu bersedia menerima jabatan tanganku tanpa malu-malu. Bahkan mereka dengan sangat antusias menciumi punggung-tanganku. Tuhan, ada rasa keharuan luar biasa setiap kali kugenggam tangan-tangan kecil mereka. Aku semakin bersyukur Tuhan mengirimku ke sini. Untuk pertama kalinya aku merasa begitu penting dan begitu berharga bagi orang lain. Aku begitu dicintai di sini. 

Di kampung inilah aku mulai melakukan tugasku sebagai seorang Pengajar Muda: guru sukarela. Namun sebagai seorang guru, aku tidak hanya mengajar di kelas. Tetapi aku juga merawat dan mendidik anak-anakku di luar kelas. Karena bagiku "Teaching is also parenting". Aku seorang guru, sekaligus ibu bagi anak-anakku. Dan hal ini membuat hidupku terasa sangat berbeda.

I feel so much alive here... 

Merawat mereka seolah mengalirkan energi kebahagiaan luar biasa kepadaku. Di sini, aku menjadi pribadi yang sangat bahagia, tak pernah satu hari pun kulewatkan tanpa tersenyum dan merasa bersyukur. 

Sepulang sekolah, kuajarkan anak-anakku cara cuci tangan dan mandi pakai sabun. Anak-anakku adalah anak-anak dengan potensi kinestetis yang luar biasa. Dalam sehari, mereka mampu melakukan berbagai petualangan. Mereka berburu cacing untuk memancing di laut, mencari kepiting di dalam lumpur, berlari naik turun bukit, bermain rumah-rumahan di hutan, berguling-guling di rerumputan. 

Mereka selalu penuh keringat dan berlumuran debu dan lumpur. Sayangnya, dengan kondisi itu, mereka tidak terbiasa mandi dan cuci tangan. Sehingga seringkali anak-anakku ini terjangkit penyakit kulit hingga ingusan. Aku tak mau membiarkan mereka terus menerus jauh dari kebiasaan hidup sehat. Untuk itu aku mulai memperkenalkan anak-anakku dengan kebiasaan cuci tangan dan mandi, terutama cuci tangan dan mandi pakai sabun.

Dari seringnya aktivitas cuci tangan dan mandi pakai sabun yang kami lakukan. Akhirnya anak-anakku mengatakan padaku bahwa sebenarnya mereka sangat suka mandi, apalagi mandi dengan menggunakan sabun. "Ibu, katong mo mandi pakai sabun, tapi sabun tarada". Sabun itu membuat mereka merasa wangi dan bersih. Tetapi apa daya, sabun di kampung sangat mahal harganya karena jumlahnya yang langka. Sehingga sulit bagi mereka untuk mendapatkan sabun, sulit bagi mereka untuk mandi pakai sabun. 

Menyaksikan hal ini, aku memutuskan untuk menyisihkan uangku untuk membeli sabun di kota. Sabun di kota jauh lebih murah, walaupun tidak semurah di Jawa atau Sumatera. Tapi tak apalah, kubeli saja semampuku agar aku dapat memandikan anak-anakku dengan sabun serutin mungkin. 

Ya Allah, Ya Tuhanku, kali ini do'aku sederhana: bantulah aku untuk mendapatkan lebih banyak sabun untuk mereka... 

Total of Views

Thank You For Visiting Me